BlogEducationMemahami Direct Georeferencing dan Manfaatnya dalam Pemetaan

Memahami Direct Georeferencing dan Manfaatnya dalam Pemetaan

Pengertian Direct Georeferencing

Direct Georeferencing adalah metode penentuan koordinat geografis secara langsung pada data penginderaan jauh tanpa menggunakan titik kontrol darat. Berbeda dengan georeferencing tradisional yang mengandalkan titik kontrol darat untuk mereferensikan citra, Direct Georeferencing mengintegrasikan data dari berbagai sensor seperti GPS, IMU (Inertial Measurement Unit), kamera digital, dan LiDAR untuk menentukan orientasi sensor saat pengambilan data.

Definisi lain dari Direct Georeferencing adalah metode untuk menetapkan koordinat geospasial objek dengan menggunakan integrasi antara sensor inersia dan GPS tanpa bantuan titik kontrol darat. Teknologi ini memungkinkan perolehan data spasial yang telah terreferensi geografis secara real time.

Beberapa sensor dan teknologi kunci yang digunakan dalam Direct Georeferencing antara lain IMU, GPS, LiDAR, dan kamera digital. IMU menyediakan orientasi sensor, GPS menyediakan posisi sensor, dan sensor lainnya menangkap data aktual. Dengan mengintegrasikan data ini, koordinat geografis dapat ditentukan untuk setiap piksel atau titik data.

Sejarah Perkembangan Direct Georeferencing

Direct Georeferencing pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980-an dan 1990-an awal oleh beberapa peneliti seperti Hutton dan Lithopoulos. Mereka menjajaki konsep penggunaan sistem navigasi inersia terbantu GPS untuk georeferensi langsung citra udara.

Pada waktu itu, teknologi pendukung seperti GPS dan Inertial Measurement Unit (IMU) masih dalam tahap awal perkembangan. Akurasi posisi masih terbatas dalam beberapa meter. Namun sejak 1990-an, akurasi GPS terus meningkat drastis hingga mencapai sentimeter, didukung oleh teknologi seperti DGPS. IMU juga mengalami peningkatan presisi yang signifikan.

Dengan peningkatan akurasi teknologi pendukung ini, Direct Georeferencing mulai diadopsi secara luas oleh industri fotogrametri dan pemetaan pada tahun 2000-an. Saat ini, Direct Georeferencing telah menjadi standar untuk pemetaan udara berbasis fotogrametri. Teknologi ini memungkinkan survei dan pemetaan yang jauh lebih cepat dan efisien.

Baca juga: Mengenal Survei Terestris: Pengertian dan Aplikasinya

Cara Kerja Direct Georeferencing

Direct Georeferencing bekerja dengan mengintegrasikan data dari Global Positioning System (GPS) dan Inertial Measurement Unit (IMU) untuk menentukan posisi geografis secara langsung tanpa kontrol darat.

  • Peran GPS dan IMU

GPS memberikan informasi tentang posisi 3D dari sensor pemetaan. Sementara itu, IMU yang terdiri dari giroskop dan akselerometer merekam orientasi sensor pemetaan. Dengan menggabungkan data posisi dan orientasi, sistem dapat melacak lokasi persis dan orientasi kamera atau sensor LiDAR selama penerbangan.

  • Teknik pengintegrasian data sensor

Data dari GPS dan IMU diintegrasikan menggunakan metode matematika yang disebut sensor fusion. Data mentah dari masing-masing sensor dikalibrasi dan diproses untuk menghasilkan solusi navigasi terintegrasi yang akurat.

  • Proses perhitungan posisi

Koordinat geografis setiap piksel gambar atau titik data LiDAR dihitung melalui persamaan matematika yang mempertimbangkan posisi dan orientasi sensor pemetaan saat data diperoleh. Hasilnya adalah data geospasial yang sudah terreferensi geografis secara langsung tanpa kontrol darat.

Akurasi Direct Georeferencing

Akurasi direct georeferencing dipengaruhi oleh beberapa faktor utama seperti kualitas perangkat GPS dan IMU yang digunakan, kondisi lingkungan pemetaan, metode kalibrasi, dan proses pasca-pemrosesan data (Liu, 2022). Perangkat dengan spesifikasi tinggi seperti dual frequency GPS receiver dan IMU kelas tinggi dapat meningkatkan akurasi hingga beberapa sentimeter. Kondisi lingkungan seperti topografi, cuaca, dan ketersediaan sinyal satelit juga berpengaruh pada akurasi.

Dibandingkan dengan metode konvensional menggunakan ground control points (GCPs), direct georeferencing umumnya menawarkan akurasi posisi yang lebih tinggi terutama pada arah vertikal. Beberapa studi menunjukkan bahwa direct georeferencing mampu mencapai akurasi vertikal 5-10 cm tanpa GCP, sedangkan metode GCP biasanya berkisar 20-50 cm (Zeybek et al., 2023). Namun demikian, penggunaan beberapa GCP tetap direkomendasikan untuk verifikasi akurasi.

Untuk meningkatkan akurasi lebih lanjut, beberapa teknik yang dapat dilakukan antara lain melakukan kalibrasi berkala terhadap perangkat, meminimalkan gerakan platform, menggunakan GCP untuk validasi, dan melakukan post-processing terhadap data yang dikumpulkan (Applanix, 2021). Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, akurasi direct georeferencing dapat ditingkatkan hingga mencapai level sentimeter.

Kelebihan Direct Georeferencing

Direct Georeferencing memiliki beberapa kelebihan signifikan dibandingkan dengan metode georeferencing konvensional.

  • Hemat waktu dan biaya Salah satu kelebihan utama Direct Georeferencing adalah hemat waktu dan biaya karena tidak memerlukan banyak titik kontrol tanah dan survei lapangan yang memakan waktu. Dengan menghilangkan kebutuhan untuk mengumpulkan data titik kontrol secara manual, Direct Georeferencing dapat mengurangi waktu pemetaan hingga 80%.
  • Bekerja di area sulit atau berbahaya Direct Georeferencing sangat berguna untuk pemetaan di daerah yang sulit diakses atau berbahaya, di mana menempatkan titik kontrol tanah secara manual tidak praktis atau bahkan tidak mungkin. Contoh area seperti ini termasuk daerah bencana, hutan lebat, atau pegunungan.
  • Meningkatkan efisiensi pemetaan Dengan mengurangi ketergantungan pada data titik kontrol darat, Direct Georeferencing memungkinkan pemetaan yang lebih efisien. Data dapat diproses lebih cepat, dan pemetaan dapat dilakukan lebih sering karena biaya yang lebih rendah. Ini membuka peluang baru untuk aplikasi seperti pemantauan perubahan lahan dan sumber daya alam.

Kekurangan Direct Georeferencing

Direct Georeferencing memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan:

  • Memerlukan peralatan mahal Peralatan seperti GPS berkualitas tinggi, IMU (Inertial Measurement Unit), dan kamera metrik yang dibutuhkan untuk Direct Georeferencing cukup mahal dan memerlukan investasi yang besar di awal (Correia, 2022). Ini dapat menjadi hambatan bagi lembaga dengan anggaran terbatas.
  • Masih ada keterbatasan akurasi Meskipun Direct Georeferencing menjanjikan akurasi yang lebih tinggi, pada kenyataannya masih ada batas akurasi yang dapat dicapai tergantung kualitas peralatan. Khususnya untuk area yang luas, kesalahan dapat terakumulasi dan mempengaruhi ketelitian pemetaan secara keseluruhan (Skaloud & Lichti, 2006).
  • Tergantung kondisi cuaca Faktor cuaca seperti awan tebal yang menghalangi sinyal GPS atau turbulensi yang mempengaruhi IMU dapat menurunkan akurasi Direct Georeferencing. Operator harus hati-hati memilih waktu terbang yang tepat agar mendapatkan kondisi optimal (Applanix, 2021).

Meski demikian, dengan kemajuan teknologi yang berkelanjutan diharapkan keterbatasan ini dapat terus diminimalisir di masa mendatang.

Aplikasi Direct Georeferencing

Direct Georeferencing memiliki banyak aplikasi yang bermanfaat dalam pemetaan dan survei. Beberapa contoh aplikasi utama adalah:

Pemetaan udara dan satelit

Direct Georeferencing sangat bermanfaat untuk pemetaan udara menggunakan pesawat tanpa awak atau UAV. Sensor inersia dan GPS onboard memungkinkan setiap gambar dilekatkan dengan koordinat geografisnya secara langsung, tanpa perlu titik kontrol di darat. Hal yang sama berlaku untuk citra satelit. Dengan demikian, pemetaan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.

Survei geologi

Dalam survei geologi, Direct Georeferencing memungkinkan pengumpulan data geodetik yang akurat bahkan di daerah terpencil atau berbahaya. Ini sangat membantu untuk memetakan fitur geologis seperti sesar atau singkapan batuan.

Navigasi robotik

Sensor inersia dan GPS pada robot otonom dapat digunakan untuk Direct Georeferencing, sehingga robot tahu persis di mana mereka berada. Ini penting untuk navigasi dan pemetaan robotik di area luas [3].

Studi Kasus Direct Georeferencing

Direct Georeferencing telah berhasil diterapkan dalam berbagai studi kasus pemetaan dan survei. Berikut adalah beberapa contoh penerapannya:

Contoh Kasus Sukses Penerapan

Dalam studi kasus di Belgia, teknologi Direct Georeferencing berhasil digunakan untuk survei jalan dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi. Menggunakan kombinasi GPS dan INS, pemetaan jalan dapat dilakukan tanpa perlu titik kontrol darat. Hasilnya adalah peta jalan dengan akurasi 5-10 cm yang sangat membantu untuk aplikasi transportasi dan perencanaan infrastruktur (Legat, 2006).

Hasil yang Dicapai

Di Italia, metode ini berhasil meningkatkan akurasi hingga 5 kali lipat dibandingkan teknik konvensional pada studi kasus pemetaan menara air. Dengan Direct Georeferencing, akurasi mencapai 5-10 cm, jauh lebih tinggi dibandingkan 50 cm pada metode manual (Teppati Losè, 2023).

Tantangan yang Dihadapi

Kendala utama adalah keterbatasan data INS/IMU pada area dengan bangunan tinggi. Bayangan bangunan tinggi dapat mengganggu penerimaan sinyal GNSS oleh perangkat IMU. Oleh karena itu, metode ini belum sepenuhnya handal untuk area perkotaan padat (Legat, 2006).

Masa Depan Direct Georeferencing

Direct Georeferencing telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan terus berkembang di masa depan.

  • Perkembangan teknologi terkait seperti GPS, IMU, dan sensor lainnya terus meningkatkan akurasi dan presisi Direct Georeferencing. Penelitian terbaru menunjukkan potensi peningkatan akurasi hingga 2-3 kali lipat dengan integrasi multi-sensor (Zeybek, 2023).
  • Adopsi Direct Georeferencing semakin meningkat di berbagai industri seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, dan lainnya. Hal ini didorong oleh kebutuhan data yang cepat, akurat, dan hemat biaya (Teppati Losè, 2023).
  • Ke depannya Direct Georeferencing diperkirakan akan semakin populer dengan tren otomatisasi dan efisiensi biaya di berbagai bidang. Potensi aplikasinya sangat luas mulai dari pemetaan detail, navigasi otonom, hingga augmented reality (Nesbit, 2022).

Dengan berbagai kemajuan teknologi dan adopsi industri yang terus meningkat, Direct Georeferencing berpotensi menjadi standar baru dalam pemetaan dan survei di masa depan.

Baca juga: Membandingkan Lidar dan Fotogrametri: Teknologi Pemetaan Masa Depan

Kesimpulan

Direct Georeferencing telah terbukti menjadi teknologi yang sangat bermanfaat dalam pemetaan dan survei, terutama untuk daerah yang sulit diakses atau berbahaya. Beberapa manfaat utama dari penerapan Direct Georeferencing antara lain efisiensi waktu dan biaya karena tidak memerlukan survei lapangan yang memakan waktu, akurasi yang lebih tinggi, dan kemampuan untuk melakukan pemetaan di daerah yang sebelumnya tidak memungkinkan.

Namun, tantangan juga masih ada dalam penerapan teknologi ini. Biaya peralatan cukup mahal, membutuhkan operator yang terampil, dan ketergantungan pada sinyal GPS yang rentan terhadap gangguan. Selain itu, akurasi tetap bergantung pada kualitas peralatan yang digunakan.

Untuk itu, rekomendasi penerapan Direct Georeferencing antara lain menggunakan peralatan berkualitas tinggi untuk akurasi optimal, dilakukan oleh operator yang terlatih, dan digunakan sebagai metode komplementer dari metode pemetaan konvensional. Di masa depan, perkembangan teknologi diharapkan semakin meningkatkan akurasi, kemudahan penggunaan, dan ketahanan terhadap gangguan. Dengan demikian Direct Georeferencing dapat menggantikan metode konvensional sebagai standar pemetaan.

Referensi:

Liu, X. et al. (2022) Accuracy assessment of a UAV direct georeferencing method and impact of the configuration of ground control points, MDPI. Available at: https://doi.org/10.3390/drones6020030 (Accessed: 21 February 2024).

Mian, O. et al. (2015a) ‘Direct georeferencing on small unmanned aerial platforms for improved reliability and accuracy of mapping without the need for ground control points’, The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XL-1/W4, pp. 397–402. doi:10.5194/isprsarchives-xl-1-w4-397-2015.

Mian, O. et al. (2015b) ‘Direct georeferencing on small unmanned aerial platforms for improved reliability and accuracy of mapping without the need for ground control points’, The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XL-1/W4, pp. 397–402. doi:10.5194/isprsarchives-xl-1-w4-397-2015.

Teppati Losè, L., Chiabrando, F. and Maschio, P. (2023) ‘Direct georeferencing approaches for close-range and UAV photogrammetry in the built Heritage Domain’, The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XLVIII-M-2–2023, pp. 1557–1564. doi:10.5194/isprs-archives-xlviii-m-2-2023-1557-2023.

Zeybek, M. et al. (2023) ‘Improving the spatial accuracy of UAV platforms using direct georeferencing methods: An application for steep slopes’, Remote Sensing, 15(10), p. 2700. doi:10.3390/rs15102700.